Sabtu, 20 Juli 2013

"Memaknai Kesendirian" Based on My Lecturer Life Story

Hai Readers... aku mau sharing nih, sebelum aku mengenal dia pasti yang aku pikirkan hidupnya sudah sangat sempurna, dia Pintar, Cantik dan dia Religius.. bukan itu saja dia adalah dosen yang paling baik dan paling pintar, dia dosen termuda yang aku temui. Namanya Nurul Kasyfita. dia orangnya humoris, padahal dia mengajar mata kuliah yang susah susah yah mata kuliah kimia fisika, dia jago banget loh kimianya dia juga jago banget bahasa inggrisnya, terbesit dipikiran aku ada orang seberuntung dia, masih muda dan sudah menjadi dosen. dia kelahiran 11 November 1980 sekarang dia sedang mengejar S3 nya di India. sungguh luar biasa. tapi dibalik kesempurnaan yang ada dimataku ternyata banyak kepedihan yang ada dalam dirinya. semua itu dalam kurun waktu setahun ini terpublished jelas di sebuah social media Facebook, rumah tangga nya hancur. aku tak tau kenapa. mungkin karena suaminya tidak menginginkan istrinya pergi ke India untuk mengejar mimpinya. tapi mungkin ada masalah lain yang aku tak mengerti. dan takut menanyakan padanya. makanya aku berniat ingin menaruh semua tulisan tulisannya yang dia publish di akun facebooknya. dia wanita yang kuat yang pernah kutemui. ini salah satu Tulisannya :


"MEMAKNAI KESENDIRIAN"

 Dear readers.
Saya sendiri di rumah. Saya sedang dalam masa minggu tenang sebelum ujian akhir tanggal 26 Desember. Hmm, sebenarnya saya sedang gundah. Well, Anda tahu apa yang telah terjadi dalam hidup saya. Sulit rasanya tetap bersikap stabil dan menerima ini adalah parsially adalah bagian keputusan saya sebagian lain adalah karena kehendak-Nya. Sungguh sulit untuk menerapkan itu semua ke dalam frame hidup saya saat ini. Tahun 2008, saya pernah didera sakit hingga dua tahun lamanya. Tiba tiba semua impian saya terkubur. Saya bahkan tidak mampu meneruskan master di pulau Jawa saja. Setelah melahirkan, saya ditakdirkan salah jahit oleh seorang bidan di rumah sakit terkenal di Samarinda. Yah, saya di “dedel” dan tetap saja penyakit itu mengganggu saya. Sejak tahun 2008, saya tidak bisa makan sayur, buah, sup, apalagi makanan pedas. HampIr setiap hari saya mengalami diare hingga bobot saya turun drastis hingga 15 kg. saya menangis, saya bertanya pada Tuhan, WHY ME, GOD?
2009, saya berjuang menyelesaikan master pendidikan saya. Saya yang biasanya duduk di barisan depan terpaksa harus puas duduk di bagian belakang karena saya harus bolak balik ke toilet karena penyakit perut yang saya derita. Seminggu sebelum ujian judul tesis saya, saya bertemu seorang dokter spesialis penyakit dalam yang menyatakan ada benjolan di usus besar saya. Saya harus menjalani kolonoskopi. Untuk memastikan benjolan itu. Anda bisa bayangkan seminggu sebelum Bab 1, Bab 2, Bab 3 tesis saya diuji, saya harus mendengar pernyataan yang sangat mematahkan semangat hidup saya. Saya pulang, memeluk Najwa, dan hanya berharap saya masih punya cukup waktu untuknya.
Pagi saya ujian judul tesis dan dinyatakan layak untuk meneruskan penelitian, sore nya saya resmi diopname. Saya menjalani puasa selama dua hari, dan hari terakhir saya menjalani “cuci perut” yang rasanya seperti mau melahirkan tetapi tidak ada bayinya. Very very painful. Dan terjadilah kolonoskopi itu. Kamera masuk ke usus besar saya dan dokter melakukan beberapa pemotretan.
Setelah itu apakah penyakit saya selesai? Tidak. Saya masih menjalani makan yang hanya nasi putih dan ikan goreng se;ama srtahun setelah itu. Hingga akhirnya saya lelah mengobati diri saya. Saya akhirnya mencoba bersahabat dengan penyakit saya. Amazingly, setelah saya bersahabt dengannya penyakit itu menjinak, saya tidak lagi mengalami sakit perut yang berlebihan, kadang masih ada diare, tetapi itu tidak serius. Saya pun mulai mencoba makanan yang sudah dua tahun saya tidak sentuh. Betapa nikmatnya merasakan lagi terong goreng, sambal, sup dan setelah saya sekarang di India ada banyak makanan lain yang akhirnya bisa saya coba.
Namun, hidup saya tidak berhenti hingga disitu. Setelah penyakit, rumah tangga saya hancur. Saya kehilangan anak saya, yang saya lahirkan dengan salah jahit dan menanggung penyakit selama dua tahun. Sekarang saya sendiri, di India, jauh dari orang-orang yang mengenal saya. Kadang saya hanya bisa bermimpi tentangnya. Paling sering saya bermimpi memandikannya karena saya selalu ingat shampoo yang ia pakai. Tiga bulan saya di Samarinda, di sebuah kamar kos, bahkan saya tidak punya lemari untuk pakaian saya. Betapa hidup bisa terenggut dari saya, bahkan anak yang saya lahirkan sekali pun. Saat itu pula saya ditunjuk untuk dua jabatan, sebagai kepala lab Kimia dan sebagai sekretaris program double degree Thailand unmul. Namun keadaan tidak memungkinkan saya untuk menerima hal tersebut. Dan akhirnya saya terbang ke India.
Entahlah, hidup selalu terasa salah. Sekarang saya harus menyelesaikan master ini. Lalu pulang dan melamar lagi untuk doctoral. Saya berencana ke Australia jika saya bisa untuk PhD di bidang Kimia. Saya ingin mengaplikasikan apa yang pernah saya terapkan saat saya mengalami sakit berkepanjangan. Saat ini tidak ada masalah yang cukup berarti dengan kesehatan saya, kecuali kadang saya tidak bisa makan, muntah, atau akhirnya kolaps di rumah sakit dan harus mengkonsumsi berbotol botol glukosa. Kadang saya tidak bisa tidur hingga harus diinjeksi obat tidur. Jika sebelumnya saya bisa bersahabt dengan apa yang mengganggu saya, yaitu penyakit, saat ini saya juga harus bersahabat dengan dua hal, kesendirian dan kehilangan. Saya telah berusaha maksimal untuk tetap menjangkau Najwa dengan keterbatasan saya disini. Saya menulis surat untuknya setiap bulan, kadang saya berusaha menelpon meskipun tidak pernah tersambung dengannya. Saya berusaha mencari teman untuk menghilangkan kesendirian saya, saya berusaha tetap memiliki dan takut kehilangan. Saya berusaha menghilangkan kesendirian dan kehilangan seperti saya dulu berusaha mengobati penyakit saya. Saya berjuang berobat ke beberapa dokter untuk menemukan apa yang salah di perut saya dan menghilangkannya. Namun toh tetap tidak ada jawabannya. Hingga akhirnya saya bersahabat dengan penyakit saya dan ia pun akhirnya menjinak dan berhenti mengganggu saya.
Maka saat ini saya juga harus bersahabt dengan kesendirian dan kehilangan. Saya harus berhenti berusaha menghilangkan kesendirian, saya harus berusaha berhenti mencoba memiliki. Saya harus bersahabt dengan apa yang mengganggu saya saat ini, yaitu kesendirian dan kehilangan. Mungkin dengan itu kesendirian dan kehilangan itu bisa menjinak dan akhirnya berhenti mengganggu saya.
Anda bisa bayangkan betapa tidak maksimalnya saya belajar. Kadang saya menangis, kadang saya mengigau saat saya tidur, kadang saya heran saya masih bangun dengan waras besok paginya. Dan dengan keadaan mental yang sudah tidak sehat seperti ini, Alhamdulillah, saya masih mendapatkan nilai 45 out of 50 untuk kimia analitik, 44 out 0f 50 untuk kimia anorganik, 36 out of 50 untuk kimia organic, 38 out of 50 untuk kimia fisika, 49 out of 50 untuk applied analysis, dan 46 out of 50 untuk crystal group theory. Not bad! Seorang teman saya yang berasal dari US dan tahu kisah hidup saya hanya bertanya, terbuat dari apakah otak saya hingga bisa tetap mendapatkan nilai seperti itu di tengah kondisi mental yang tidak sehat? Well, saya hanya menatapnya dan berkata “maybe I am just lucky!”.
Dan satu hal, I NEVER DO CHEATING IN MY TEST! Anda pasti ingat betapa kejamnya saya jika mengawas ujian Anda, maka I keep my words. Saya ingin mengukur kemampuan saya di India sini, sehingga I will not do that! I will do with my own power.
Saya masih harus berjuang untuk 50 persen sisanya di ujian akhir. Berat, tapi inilah hidup untuk saya saat ini. Sendiri, belajar, berusaha tetap hidup. Tetap makan, tetap bernafas, tetap bergerak. Kadang saya hanya bertanya pada Tuhan “am I that strong? Maybe YOU just test me too much!”.

Mysore, 18 Desember 2012.
Nurul Kasyfita

Betapa Kuatnya kan Beliau. Yang tabah yah Mom.. Tuhan Tau sedang menguji siapa. Wanita yang Kuat. proud of you always 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

please leave your comment :)